Tuesday, March 26, 2013

Make Live TV(Mekah)

Wujud dan Sifat Allah

 Pembahasan ini merupakan pembahasan yang wajib diketahui oleh setiap muslim, sebagaimana wajibnya seorang muslim untuk mengenal Tuhannya, Allah swt. Pembahasan ini merupakan pengantar dari kajian Ilmu Tauhid (Keesaan Allah swt.). Diharapkan dengan menguasai kajian ini seorang hamba dapat lebih mengenal dirinya sebagai hamba dan bagaimana seharusnya bersikap sebagai hamba, dan juga lebih mengenal Tuhannya, Allah swt., sehingga mengetahui bagaimana ia bersikap di hadapan Tuhannya serta beribadah sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya menurut apa yang disukai-Nya.

Sebagai contoh dari harapan pembahasan ini adalah mengenal (salah satu) Sifat Allah swt. bahwa Dia adalah Maha Besar; dan sebaliknya bahwa manusia penuh dengan kelemahan. Setelah mengetahuinya diharapkan seorang hamba akan dapat merasakan kebesaran Allah swt dan merasakan kelemahan dirinya sehingga tidak ada lagi padanya sifat sombong, merasa hebat, merasa besar, merasa paling benar dan sebagainya.

A. Mengetahui Wujud Allah (مَعْرِفَةُ وُجُوْدِ اللهِ)

Bagaimana kita dapat mengetahui wujud Allah swt.? Bila Anda melihat mobil bergerak di depan Anda dari jauh, atau menyaksikan pesawat terbang melintas di udara, maka dengan yakin Anda mengatakan bahwa pasti ada sopir yang menyetir mobil dan ada pilot yang mengendalikan pesawat meskipun Anda tidak melihat mereka berdua. Karena jika yang mengendalikan mobil atau pesawat itu tidak ada, mustahil mobil atau pesawat itu dapat melalui rutenya dengan selamat.

Bagaimana kaitannya dengan wujud Allah? Jawabnya, kita melihat matahari, bulan, bintang dan planet bergerak teratur, malam dan siang berganti dengan keteraturan yang amat detil. Mungkinkah mereka ada dan bergerak sendiri? Tidak diragukan lagi bahwa semuanya telah diciptakan dan diatur oleh Allah swt. Jika Allah tidak ada – kita memohon ampun kepada-Nya – mustahil matahari, bulan, bintang-bintang, planet, siang, dan malam menjadi ada dan bertahan dengan pergerakannya yang amat teratur. Dengan demikian pula tidak akan ada makhluk yang sangat tergantung dengan mereka semua.

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). (52:35-36).

Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’ dan indera.

1. Dalil Fitrah.

Bukti fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta merupakan fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar. Tidak akan berpaling dari tuntutan fitrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya terdapat sesuatu yang dapat memalingkannya. Rasulullah bersabda:

مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ.

“Semua bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Kristen, atau Majusi. ” (HR. Al Bukhari)

Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu tentu ada yang mengadakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dan panca indera kita mengakui adanya Allah di mana kita melihat ada orang yang berdoa, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah mengabulkannya.

Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an:

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu’ Mereka menjawab: ‘ (Betul Engkau Tuhan kami) kami mempersaksikannya (Kami lakukan yang demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu) atau agar kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah mereka.’” (QS. Al A’raf: 172-173).

Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan fitrahnya mengenal Rabbnya. Adapun bukti syari’at, kita menyakini bahwa syari’at Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat bagi seluruh makhluk, menunjukkan bahwa syari’at itu datang dari sisi Dzat yang Maha Bijaksana. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 41-45)

2. Dalil Al Hissyi (Dalil Indrawi)


Bukti indera tentang wujud Allah dapat dibagi menjadi dua:

a. Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orang-orang yang berdoa serta pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah. Hal ini menunjukkan secara pasti tentang wujud Allah. Allah berfirman:

“Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (Al Anbiyaa 76)
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu…” (Al Anfaal 9)

Anas bin Malik berkata, “Pernah ada seorang Badui datang pada hari Jum’at. Pada waktu itu Nabi tengah berkhutbah. Lelaki itu berkata, “Hai Rasul Allah, harta benda kami telah habis, seluruh warga sudah kelaparan. Oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah untuk mengatasi kesulitan kami. ” Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya dan berdoa. Tiba-tiba awan mendung bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan turun membasahi jenggotnya. Pada hari Jum’at yang kedua, orang Badui atau orang lain berdiri dan berkata, “Hai Rasul Allah, bangunan kami hancur dan harta benda pun tenggelam, doakanlah akan kami ini (agar selamat) kepada Allah. ” Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya, seraya berdoa: “Ya Rabbku, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan janganlah Engkau turunkan sebagai bencana bagi kami. ” Akhirnya beliau tidak mengisyaratkan pada suatu tempat, kecuali menjadi terang (tanpa hujan). ” (HR. Al Bukhari)

b. Tanda-tanda para Nabi yang disebut mu’jizat, yang dapat disaksikan atau didengar banyak orang merupakan bukti yang jelas tentang keberadaan Yang Mengutus para Nabi tersebut, yaitu Allah, karena hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia. Allah melakukannya sebagai pemerkuat dan penolong bagi para Rasul.

Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukul laut dengan tongkatnya, Musa memukulkannya, lalu terbelahlah laut itu menjadi dua belas jalur yang kering, sementara air di antara jalur-jalur itu menjadi seperti gunung-gunung yang bergulung. Allah berfirman, yang artinya: “Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. ” (Asy Syu’ara 63)

Contoh kedua adalah mu’jizat Nabi Isa ketika menghidupkan orang-orang yang sudah mati; lalu mengeluarkannya dari kubur dengan ijin Allah.

“…dan aku menghidupkan orang mati dengan seijin Allah…” (Al Imran 49)

“…dan (ingatlah) ketika kamu mengeluarkan orang mati dari kuburnya (menjadi hidup) dengan ijin-Ku…” (Al Maidah 110)

Contoh ketiga adalah mu’jizat Nabi Muhammad ketika kaum Quraisy meminta tanda atau mu’jizat. Beliau mengisyaratkan pada bulan, lalu terbelahlah bulan itu menjadi dua, dan orang-orang dapat menyaksikannya. Allah berfirman tentang hal ini, yang artinya: “Telah dekat (datangnya) saat (Kiamat) dan telah terbelah pula bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrik) melihat suatu tanda (mu’jizat), mereka berpaling dan berkata: “ (Ini adalah) sihir yang terus-menerus. ” (Al Qomar 1-2)

Tanda-tanda yang diberikan Allah, yang dapat dirasakan oleh indera kita itu adalah bukti pasti wujud-Nya.

3. Dalil ‘Aqli (dalil akal pikiran)

Bukti akal tentang adanya Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa semua makhluk, yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan tidak mungkin pula tercipta secara kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan dapat menciptakan dirinya sendiri. Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada.

Lihatlah sekeliling anda dari tempat duduk anda. Akan anda dapati bahwa segala sesuatu di ruang ini adalah “buatan”: dindingnya sendiri, pelapisnya, atapnya, kursi tempat duduk anda, gelas di atas meja dan pernak-pernik tak terhitung lainnya. Tidak ada satu pun yang berada di ruang anda dengan kehendak mereka . Gulungan tikar sederhana pun dibuat oleh seseorang: mereka tidak muncul dengan spontan atau secara kebetulan.

Begitu pula, orang yang memandang suatu pahatan tidak sangsi sama sekali bahwa pahatan ini dibuat oleh seorang pemahat. Hal ini bukan mengenai karya seni saja: batu bata yang bertumpukan pun pasti dikira oleh siapa saja bahwa tumpukan batu bata sedemikian itu disusun oleh seseorang dengan rencana tertentu. Karena itu, di mana saja yang terdapat suatu keteraturan, entah besar entah kecil, pasti ada penyusun dan pelindung keteraturan ini. Jika pada suatu hari seseorang berkata dan menyatakan bahwa besi mentah dan batu bara bersama-sama membentuk baja secara kebetulan, yang kemudian membentuk Menara Eiffel secara lagi-lagi kebetulan, tidakkah ia dan orang yang mempercayainya akan dianggap gila?

Pernyataan teori evolusi, suatu metode unik penyangkal keberadaan Allah, tidak berbeda daripada ini. Menurut teori ini, molekul-molekul anorganik membentuk asam-asam amino secara kebetulan, asam-asam amino membentuk protein-protein secara kebetulan, dan akhirnya protein-protein membentuk makhluk hidup secara lagi-lagi kebetulan. Akan tetapi, kemungkinan pembentukan makhluk hidup secara kebetulan ini lebih kecil daripada kemungkinan pembentukan Menara Eiffel dengan cara yang serupa, karena sel manusia bahkan lebih rumit daripada segala struktur buatan manusia di dunia ini.

Bagaimana mungkin mengira bahwa keseimbangan di dunia ini timbul secara kebetulan bila keserasian alam yang luar biasa ini pun bisa teramati dengan mata telanjang? Pernyataan bahwa alam semesta, yang semua unsurnya menyiratkan keberadaan Penciptanya, muncul dengan kehendaknya sendiri itu tidak masuk akal.

Karena itu, pada keseimbangan yang bisa dilihat di mana-mana dari tubuh kita sampai ujung-ujung terjauh alam semesta yang luasnya tak terbayangkan ini pasti ada pemiliknya. Jadi, siapakah Pencipta ini yang mentakdirkan segala sesuatu secara cermat dan menciptakan semuanya?

Ia tidak mungkin Dzat material yang hadir di alam semesta ini, karena Ia pasti sudah ada sebelum adanya alam semesta dan menciptakan alam semesta dari sana. Pencipta Yang Maha Kuasa, Dialah yang mengadakan segala sesuatu, sekalipun keberadaan-Nya tanpa awal atau pun akhir.

Agama mengajari kita identitas Pencipta kita yang keberadaannya kita temukan melalui akal kita. Melalui agama yang diungkapkan kepada kita, kita tahu bahwa Dia itu Allah, Maha Pengasih dan Maha Pemurah, Yang menciptakan langit dan bumi dari kehampaan.

Meskipun kebanyakan orang mempunyai kemampuan untuk memahami kenyataan ini, mereka menjalani kehidupan tanpa menyadari hal itu. Bila mereka memandang lukisan pajangan, mereka takjub siapa pelukisnya. Lalu, mereka memuji-muji senimannya panjang-lebar perihal keindahan karya seninya. Walau ada kenyataan bahwa mereka menghadapi begitu banyak keaslian yang menggambarkan hal itu di sekeliling mereka, mereka masih tidak mengakui keberadaan Allah, satu-satunya pemilik keindahan-keindahan ini. Sesungguhnya, penelitian yang mendalam pun tidak dibutuhkan untuk memahami keberadaan Allah. Bahkan seandainya seseorang harus tinggal di suatu ruang sejak kelahirannya, pernak-pernik bukti di ruang itu saja sudah cukup bagi dia untuk menyadari keberadaan Allah.

Tubuh manusia menyediakan begitu banyak bukti yang mungkin tidak terdapat di berjilid-jilid ensiklopedi. Bahkan dengan berpikir beberapa menit saja mengenai itu semua sudah memadai untuk memahami keberadaan Allah. Tatanan yang ada ini dilindungi dan dipelihara oleh Dia.

Tubuh manusia bukan satu-satunya bahan pemikiran. Kehidupan itu ada di setiap milimeter bidang di bumi ini, entah bisa diamati oleh manusia entah tidak. Dunia ini mengandung begitu banyak makhluk hidup, dari organisme uniseluler hingga tanaman, dari serangga hingga binatang laut, dan dari burung hingga manusia. Jika anda menjumput segenggam tanah dan memandangnya, di sini pun anda bisa menemukan banyak makhluk hidup dengan karakteristik yang berlainan. Di kulit anda pun, terdapat banyak makhluk hidup yang namanya tidak anda kenal. Di isi perut semua makhluk hidup terdapat jutaan bakteri atau organisme uniseluler yang membantu pencernaan. Populasi hewan di dunia ini jauh lebih banyak daripada populasi manusia.

Jika kita juga mempertimbangkan dunia flora, kita lihat bahwa tidak ada noktah tunggal di bumi ini yang tidak mengandung kehidupan. Semua makhluk ini yang tertebar di suatu bidang seluas lebih daripada jutaan kilometer persegi itu mempunyai sistem tubuh yang berlainan, kehidupan yang berbeda, dan pengaruh yang berbeda terhadap keseimbangan lingkungan. Pernyataan bahwa semua ini muncul secara kebetulan tanpa maksud atau pun tujuan itu gila-gilaan. Tidak ada makhluk hidup yang muncul melalui kehendak atau upaya mereka sendiri. Tidak ada peristiwa kebetulan yang bisa menghasilkan sistem-sistem yang serumit itu.

Semua bukti ini mengarahkan kita ke suatu kesimpulan bahwa alam semesta berjalan dengan “kesadaran” (consciousness) tertentu. Lantas, apa sumber kesadaran ini? Tentu saja bukan makhluk-makhluk yang terdapat di dalamnya. Tidak ada satu pun yang menjaga keserasian tatanan ini. Keberadaan dan keagungan Allah mengungkap sendiri melalui bukti-bukti yang tak terhitung di alam semesta. Sebenarnya, tidak ada satu orang pun di bumi ini yang tidak akan menerima kenyataan bukti ini dalam hati sanubarinya. Sekalipun demikian, mereka masih mengingkarinya “secara lalim dan angkuh, kendati hati sanubari mereka meyakininya” sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Qur’an. (Surat An-Naml: 14)

Semua makhluk tidak mungkin tercipta secara kebetulan, karena setiap yang diciptakan pasti membutuhkan pencipta. Adanya makhluk-makhluk itu di atas undang-undang yang indah, tersusun rapi, dan saling terkait dengan erat antara sebab-musababnya dan antara alam semesta satu sama lainnya. Semua itu sama sekali menolak keberadaan seluruh makhluk secara kebetulan, karena sesuatu yang ada secara kebetulan, pada awalnya pasti tidak teratur.

Kalau makhluk tidak dapat menciptakan diri sendiri, dan tidak tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada yang menciptakan, yaitu Allah Rabb semesta alam.

Allah menyebutkan dalil aqli (akal) dan dalil qath’i dalam surat Ath Thuur: “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (Ath Thuur 35)

Dari ayat di atas tampak bahwa makhluk tidak diciptakan tanpa pencipta, dan makhluk tidak menciptakan dirinya sendiri. Jadi jelaslah, yang menciptakan makhluk adalah Allah.

Ketika Jubair bin Muth’im mendengar dari Rasulullah yang tengah membaca surat Ath Thuur dan sampai kepada ayat-ayat ini: “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun, ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Rabbmu atau merekakah yang berkuasa?” (Ath Thuur 35-37)

“Ia, yang tatkala itu masih musyrik berkata, “Hatiku hampir saja terbang. Itulah permulaan menetapnya keimanan dalam hatiku. ” (HR. Al Bukhari)

Dalam hal ini kami ingin memberikan satu contoh. Kalau ada seseorang berkata kepada Anda tentang istana yang dibangun, yang dikelilingi kebun-kebun, dialiri sungai-sungai, dialasi oleh hamparan karpet, dan dihiasi dengan berbagai perhiasan pokok dan penyempurna, lalu orang itu mengatakan kepada Anda bahwa istana dengan segala kesempurnaannya ini tercipta dengan sendirinya, atau tercipta secara kebetulan tanpa pencipta, pasti Anda tidak akan mempercayainya, dan menganggap perkataan itu adalah perkataan dusta dan dungu. Kini kami bertanya pada Anda, masih mungkinkah alam semesta yang luas ini beserta apa-apa yang berada di dalamnya tercipta dengan sendirinya atau tercipta secara kebetulan?!

4. Dalil Naqli (Dalil Syara’)

Bukti syara’ tentang wujud Allah bahwa seluruh kitab langit berbicara tentang itu. Seluruh hukum yang mengandung kemaslahatan manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang Maha Bijaksana dan Mengetahui segala kemaslahatan makhluknya. Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh realitas akan kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab itu juga merupakan dalil atau bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang Maha Kuasa untuk mewujudkan apa yang diberitakan itu.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS. 4:82)

Demikian juga adanya para Rasul dan agama yang bersesuaian dengan kemaslahatan umat manusia menunjukkan adanya Allah, karena tidak mungkin ada agama dan Rasul kecuali ada yang mengutusnya. Akan tetapi agama-agama yang ada selain Islam telah mengalami penyimpangan dan perubahan sehingga mereka menyimpang dari jalan yang lurus.

Setelah kita mengenal dan mengimani keberadaan Allah sebagaimana telah dijelaskan diatas, maka perlu kita kenali Allah sebagai Rabb yang telah menciptakan, memiliki dan mengatur semua makhluknya, Dialah satu-satunya pencipta yang mengadakan sesuatu dari ketiadaan, Allah berfirman:

Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:”Jadilah”. Lalu jadilah ia. (QS. 2:117)

Dialah satu-satunya pemilik sebagaimana Dia adalah satu-satunya pencipta, demikian juga Dia pengatur satu-satunya yang mengatur segala sesuatu. Semua ini diakui oleh kaum musyrikin Makkah, sebagaimana diberitakan dalam Al Qur’an: Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan.” Maka mereka menjawab: “Allah.” Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?” (QS. 10:31)

Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak ingat?” Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab: “kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertaqwa?” Katakanlah: “Sipakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?” (QS. 23:84-89)

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka :”Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah). (QS. 43:87)

Ini semua menunjukkan imannya kaum musyrikin terhadap Rububiyah Allah, akan tetapi hal ini tidak cukup untuk menyelamatkan mereka. Memang demikianlah, sebab mereka belum merealisasikan iman mereka terhadap Allah sebagai satu-satunya sesembahan.

5. Dalil Sejarah.

Adalah dalil-dalil kekuasaan dan keagungan Allah yang diambil dari peristiwa-peristiwa yang telah berlaku di atas muka bumi.

• Q. 3:137, Sesungguhnya telah lalu beberapa peraturan (Allah) sebelum kamu, maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibatnya orang-orang yang mendustakan agama.

• Q. 7:176, Demikianlah umpamanya kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sebab itu kisahkanlah kisah itu, mudah-mudahan mereka berpikir.

• Q. 12:111, Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu ada ibrah (pengajaran) bagi orang-orang yang berakal.

• Q. 11:120, Setiap riwayat kami kisahkan kepadamu di antara perkhabaran para Rasul supaya Kami tenteramkan hatimu dengannya.

6. Mengagungkan Allah dan MenTauhidkan Allah.


Dari semua dalil-dalil yang dapat dilihat di atas itu adalah berfungsi menguatkan pandangan kita betapa keagungan Allah swt begitu luar biasa dan menundukkan kita sendiri di hadapan keagungan ini. Langsung mencetuskan Tauhidullah yang luar biasa.

• Q. 21:92, Sesungguhnya ini, ummat kamu (hai mukminin) ummat yang satu dan Aku Tuhanmu, sebab itu sembahlah Aku.

B. Mengenal sifat-sifat Allah swt (مَعْرِفَةُ صِفَاتِ اللهِ)

Bagaimana kita mengenal sifat Allah? Kita dapat mengenal sifat Allah swt melalui:

• التَّفْكِيْرُ فِي مَخْلُوقَاتِ اللهِ Tafakkur (memikirkan) ciptaan Allah.

• التَّعَلُّمُ مِنْ رُسُلِهِ Belajar dari ajaran yang dibawa para rasul

Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman. Dan pada penciptakan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini. (45:3-4).

Apa maksudnya kita dapat mengenal sifat Allah melalui tafakkur terhadap ciptaan-Nya? Bila Anda memperhatikan sebuah mobil, Anda dapat memastikan bahwa:

• Logam yang ada pada mobil itu menunjukkan kepada Anda bahwa pembuat mobil tersebut memiliki logam dan kemampuan membentuk logam menjadi bentuk yang sesuai untuk mobil.

• Kaca yang Anda lihat menunjukkan bahwa pembuat mobil itu memiliki kaca serta kemampuan untuk membentuk kaca sesuai kebutuhan mobil (jendela, kaca depan, dll..).

• Begitu pula dengan kabel tembaga …

• Yang tidak kalah penting bahwa mobil tersebut menunjukkan bahwa pembuatnya mempunyai kehendak, dan ilmu untuk membuat mobil.

Apa hubungan antara contoh tadi dengan mengenal sifat Allah swt? Beberapa sifat pembuat mobil dapat kita ketahui melalui produk mobilnya, begitu pula dengan Allah swt (bagi-Nya permisalan yang maha agung, Dia tidak seperti makhluk-Nya) kita dapat mengetahui sebagian sifat-sifat Allah swt melalui tafakkur terhadap ciptaan-Nya.

• Bahwa hikmah (maksud & manfaat) dari setiap makhluk yang diciptakan menunjukkan bahwa Penciptanya memilki sifat Al-Hakim (Maha Bijaksana).

• Bahwa khibrah (ketelitian dan kedalaman) dari penciptaan semua makhluk menunjukkan bahwa Penciptanya memiliki sifat Al-Khabir (Maha dalam dan detil pengetahuan-Nya).

Mungkinkah kita mengetahui seluruh sifat-sifat Allah swt melalui tafakkur terhadap ciptaan-Nya? Tidak mungkin. Mengapa? Bila kita berpikir tentang sebuah mobil, kita mengetahui bahwa pembuatnya memiliki kemampuan, ilmu, ketelitian dan kehendak, dan bahwa ia memiliki materi untuk membuat mobil berupa logam, kaca, dll.. Tapi kita tahu apakah ia dermawan atau bakhil? Tinggi atau pendek? Menyukai kita atau membenci kita, adil atau zhalim?

Demikian juga kita tidak mungkin mengenal semua sifat Allah swt hanya dengan tafakkur, misalnya mengapa Allah menciptakan kita? Dan Mengapa Dia mematikan kita? Kita juga tidak mungkin tahu bahwa Allah adalah:

المَعْبُودُ Al-ma’bud (yang wajib diibadahi),
القُدُّوسُ Al-quddus (Maha Suci),
الأَعْلَى (Maha Tinggi),
الحَسِيْبُ (Maha Menghitung),
الغَفُورُ (Maha Pengampun).

Lalu bagaimana kita mengenal sifat Allah swt yang belum kita ketahui? Melalui para rasul ‘alaihimus salam yang telah mengajarkan kepada kita apa yang dikehendaki Allah untuk kita ketahui.

“dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.” (2:255).

C. Kesimpulan (الخُلاَصَةُ)

• Mobil dan pesawat terbang yang bergerak terarah sesuai rutenya menunjukkan adanya supir atau pilot

• Matahari, bulan, bintang, planet, malam dan siang yang bergerak teratur pasti menunjukkan adanya Zat yang Maha Mengatur, Allah swt.

• Seandainya Allah swt tidak ada, maka alam semesta ini pasti tidak ada.

• Bahwa mobil yang terdiri dari bahan pembentuknya menunjukkan bahwa pembuatnya memiliki semua bahan-bahan itu, bahwa ia memilki kehendak, ilmu dan kemampuan untuk membuat mobil dengan baik.

• Alam semesta yang sempurna menunjukkan bahwa Allah memiliki semua sifat-sifat kesempurnaan, manfaat dan hikmah yang dimiliki setiap makhluk menunjukkan bahwa Dia adalah AL-Hakim (Maha Bijaksana), kekuatan yang dimiliki oleh makhluk sebagai bukti bahwa Dia Maha Kuat.

• Allah swt mengutus kepada kita rasul-Nya untuk mengajarkan hal-hal yang tidak dapat kita ketahui hanya melalui tafakkur, seperti perintah & larangan-Nya, apa saja yang Dia ridhai atau murkai.


Sumber : dakwatuna.com/2008/02/406/wujud-dan-sifat-allah/

Sunday, March 24, 2013

Nikmat Terbesar Dalam Hidup Adalah Nikmat Islam



 

Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan berbagai kenikmatan kepada manusia yang tak terbatas. Tetapi semua manusia masih tetap menghitung-hitung nikmat dan keutamaan dari Allah. Dialah Dzat yang Mahasuci, yang memberikan berbagai kenikmatan; nikmat pendengaran dan penglihatan ketika banyak manusia selain kita yang tidak dapat merasakannya. Dialah yang

memberikan kenikmatan akal, kesehatan, harta kekayaan dan keluarga. Bahkan Allah telah memberikan kepada kita semua ciptaan-Nya, termasuk matahari, langit, bumi dan semua ciptaan-Nya sebagai sarana kehidupan bagi kita. “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, kamu tidak akan mampu menghitungnya.” (An-Nahl:18)

Tetapi semua kenikmatan tersebut akan berakhir seiring dengan kehidupan kita yang singkat. Adapun satu-satunya nikmat yang akan memberikan kita kebahagiaan dan ketenangan di dunia dan akhirat kelak, adalah nikmat hidayah Islam. Inilah nikmat terbesar yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya di antara nikmat-nikmat lainnya.

Karena itu, Allah menegaskan bahwa nikmat hidayah dari-Nya adalah nikmat paling utama dari nikmat-nikmat lainnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Aku ridhai Islam sebagai aturan hidupmu (Al-Maaidah:3)

Betapa besar nikmat Allah atas manusia ketika Dia mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya Islam dan menunjukkannya kepada agama yang diridhai-Nya. Itu semua untuk menggapai tujuan utama penciptaan manusia, yaitu menyembah Allah. Karena itu manusia akan meraih kebahagiaan di dunia dan pahala yang baik di akhirat kelak.

Betapa besar anugerah dan keutamaan yang diberikan Allah, ketika Dia memilih kita menjadi umat yang terbaik yang dikirimkan kepada manusia untuk mengemban panji tauhid "Laa Ilaaha Illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah)" yang menjadi dasar ajaran semua Nabi yang diutus ke muka bumi.

Ketika sebagian orang awam mengira bahwa hidayah Islam mereka adalah anugrah dari Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, Allah mengingatkan mereka bahwa nikmat dan hidayah semuanya berasal dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah berfirman, "Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu. Sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan memberikan petunjuk kepada keimanan jika kamu orang-orang yang benar." (Al-Hujurat:17)

Sungguh nikmat Allah sangat banyak. Namun, satu-satunya nikmat yang dikatakan anugrah kepada kita adalah nikmat Islam dan hidayah untuk beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya.
Tetapi nikmat ini harus disyukuri agar tetap teguh dan kuat, sebagaimana firman-Nya, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu." (Ibrahim:7)


Islam adalah satu satunya Agama (Dien) yang diridhoi Allah Subhanahu wa ta'ala

Firman Allah :

Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepa
t hisab-Nya. (Qs Ali Imran 19)

Karena Islam adalah satu satunya Agama (Dien) yang diridhoiNya,maka jika ada umat manusia yang lebih memilih mencari agama (Dien) lain selain Islam maka ia hanya akan merugikan diri mereka sendiri

Firman Allah :

Barangsiapa mencari agama selain agama islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (Qs Ali Imran 85)


Berbahagialah Kelompok Umat Manusia yang hatinya dimudahkan oleh Allah bisa menerima Islam ,karena berarti mereka adalah termasuk orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah


Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya , niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (Qs Al an'aam :125)

Friday, March 22, 2013

3 Hal Yang Harus Disegerakan

Sebagaimana pesan Rasulullah SAW, bahwa kita sebagai seorang muslim memiliki kewajiban yang harus segera dilaksanakan. Kewajiban tersebut terangkum dalam 3 hal yang harus disegerakan yaitu:

1. Segera Sholat, bila sudah tiba waktunya.

Menyegerakan sholat adalah hal paling utama, dari pada menunda dengan alasan suatu pekerjaan duniawi. Biasakanlah segera menunaikan panggilan Allah SWT untuk sholat, manakala telah tiba waktunya. Jangan menunda-nunda.

Bandingkanlah manakala kita mendapat panggilan dari atasan atau pimpinan kita, panggilan dari bos kita atau panggilan dari orang yang kita hormati. Pasti pada saat dipanggil mereka, kita segera memenuhi panggilannya. Lha anehnya, kalau yang memanggil Rajanya para raja yaitu Allah SWT yang menguasai langit, bumi beserta seluruh isinya mengapa kita tidak segera memenuhinya? Sementara kalau kita berdo’a kepada Allah SWT minta segera dikabulkan. Apa tidak malu kita pada Allah SWT? Bagaimana pertanggungjawaban kita di akhirat kelak?

Ingat saudaraku, sholat adalah hal pertama dan utama yang akan dihisap oleh Allah SWT. Segera tunaikan setiap kali mendengar panggilan untuk sholat. Mari kita usahakan selalu sholat berjamaah di mana suara adzan dikumandangkan. Dan ingatlah pula, manakala sholat kita baik niscaya semua amal sholeh kita juga akan dinilai baik. Sebaliknya, bila sholat kita rusak, maka akan tertolaklah segala amal sholeh kita.

2. Segera kuburkan jenazah.

Jangan menunda-nunda untuk segera menguburkan jenazah saudara muslim kita. Pada saat kematian itulah awal dari suatu babak kehidupan baru bagi saudara kita. Babak hidup baru yang akan kekal selama-lamanya. Di alam kuburnya, dia akan menerima balasan apa yang telah diperbuatnya selama hidup di dunia.

3. Segera nikahkan anak wanitamu, manakala sudah sampai waktunya.


Menyegerakan menikahkan anak wanita kita juga dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Hal ini tentu banyak manfaat dan hikmahnya. Setidaknya akan mengurangi aib dan tanggung jawab orang tua dalam menjaganya. Jangan menunda-nunda dengan alasan masalah duniawi. Bila sudah sampai umurnya, cukup mampu secara fisik dan mental serta sudah ada yang meminang lebih baik segerakanlah untuk menikahkannya.

Kiranya tidak perlu anak wanita berpacaran terlalu lama. Karena dalam Islam tidak mengenal kata pacaran. Justru dengan pacaran akan banyak mengundang prasangka tidak baik dan kemungkinan bisa terjerumus ke lembah perbuatan dosa.

Nah, itulah 3 hal yang harus disegerakan bila sudah sampai waktunya. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin ya Robal’alamin.

sumber : http://mbahpur.wordpress.com/2012/04/12/140/

Tuesday, March 19, 2013

Rukun Islam itu perintah Allah

Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Kami dilarang bertanya kepada Rasulullah saw. tentang sesuatu. Yang mengherankan kami bahwa seorang badui yang beradab mengajukan pertanyaan kepada beliau dan kami mendengarkan. Suatu hari datang seorang badui, lalu berkata: Wahai Muhammad, utusanmu telah datang kepada kami, ia mengatakan bahwa engkau menyatakan bahwa Allah telah mengutusmu. Rasulullah saw. menjawab: Benar. Orang itu bertanya: Kalau begitu, siapakah yang menciptakan langit? Rasulullah saw. menjawab: Allah. Orang itu bertanya: Siapakah yang menciptakan bumi? Rasulullah saw. menjawab: Allah. Orang itu bertanya: Siapakah yang menegakkan gunung-gunung ini dan menjadikan sebagaimana adanya? Rasulullah saw. menjawab: Allah. Orang itu berkata: Demi Zat yang telah menciptakan langit, menciptakan bumi dan menegakkan gunung bahwa Allah-lah yang mengutusmu? Rasulullah saw. menjawab: Ya. Orang itu berkata: Utusanmu mengatakan bahwa kami wajib mengerjakan salat lima waktu dalam sehari semalam. Rasulullah saw. menjawab: Benar. Orang itu berkata: Demi Zat yang mengutusmu, apakah Allah yang memerintahkanmu? Rasulullah saw. menjawab: Benar. Orang itu berkata: Utusanmu mengatakan, bahwa kami wajib mengeluarkan zakat harta kami. Rasulullah saw. menjawab: Benar. Orang itu bertanya: Demi Zat yang mengutusmu, apakah Allah yang memerintahkanmu? Rasulullah saw. menjawab: Ya. Orang itu berkata: Utusanmu juga mengatakan bahwa kami diwajibkan puasa pada bulan Ramadan. Rasulullah saw. menjawab: Benar. Orang itu bertanya: Demi Zat yang mengutusmu, apakah Allah yang memerintahkanmu? Rasulullah saw. menjawab: Ya. Orang itu berkata: Utusanmu mengatakan pula bahwa kami wajib menunaikan ibadah haji ke Baitullah, jika mampu. Rasulullah saw. menjawab: Benar. Kemudian orang itu pergi, seraya berkata: Demi Zat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku tidak akan menambahkan atau mengurangi semua apa yang telah engkau terangkan. Mendengar itu, Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya jika benar apa yang diucapkan, ia akan masuk surga. [HR. Muslim].

Sunday, March 17, 2013

Dialog Rasulullah SAW dengan Iblis Laknatullah

Allah SWT telah memerintahkan seorang Malaikat menemui Iblis supaya dia menghadap Rasulullah SAW untuk memberitahu segala rahasianya, baik yang disukai maupun yang dibencinya. Hikmahnya ialah untuk meninggikan derajat Nabi Muhammad SAW dan juga sebagai peringatan dan perisai kepada umat manusia.

Maka Malaikat itu pun berjumpa Iblis dan berkata, “Hai Iblis! Bahwa Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar memberi perintah untuk menghadap Rasulullah SAW. Hendaklah engkau buka segala rahasiamu dan apapun yang ditanya Rasulullah hendaklah engkau jawab dengan sebenar-benarnya. Jikalau engkau berdusta walau satu perkataan pun, niscaya akan terputus semua anggota badanmu, uratmu, serta disiksa dengan azab yang amat keras.”

Mendengar ucapan Malaikat yang dahsyat itu, Iblis sangat ketakutan. Maka segeralah dia menghadap Rasulullah SAW dengan menyamar sebagai seorang tua yang buta sebelah matanya dan berjanggut putih 10 helai, panjangnya seperti ekor lembu.

Iblis pun memberi salam, sehingga 3 kali tidak juga dijawab oleh Rasulullah SAW. Maka sambut Iblis (alaihi laknat),

“Ya Rasulullah! Mengapa engkau tidak mejawab salamku? Bukankah salam itu sangat mulia di sisi Allah?” Maka jawab Nabi dengan marah, “Hai Aduwullah seteru Allah! Kepadaku engkau menunjukkan kebaikanmu? Janganlah mencoba menipuku sebagaimana kau tipu Nabi Adam a.s sehingga keluar dari syurga, Habil mati teraniaya dibunuh Qabil dengan sebab hasutanmu, Nabi Ayub engkau tiup dengan asap beracun ketika dia sedang sujud sembahyang hingga dia sengsara beberapa lama, kisah Nabi Daud dengan perempuan Urya, Nabi Sulaiman meninggalkan kerajaannya karena engkau menyamar sebagai isterinya dan begitu juga beberapa Anbiya dan pendeta yang telah menanggung sengsara akibat hasutanmu.

Hai Iblis! Sebenarnya salam itu sangat mulia di sisi Allah azza wajalla, cuma salammu saja aku tidak hendak menjawabnya karena diharamkan Allah. Maka aku kenal baik-baik engkaulah Iblis, raja segala iblis, syaitan dan jin yang menyamar diri. Apa kehendakmu datang menemuiku?”

Taklimat Iblis, “Ya Nabi Allah! Janganlah engkau marah. Karena engkau adalah Khatamul Anbiya maka dapat mengenaliku. Kedatanganku adalah diperintah Allah untuk memberitahu segala tipu dayaku terhadap umatmu dari zaman Nabi Adam hingga akhir zaman. Ya Nabi Allah! Setiap apa yang engkau tanya, aku bersedia menerangkan satu persatu dengan sebenarnya, tiadalah aku berani menyembunyikannya.”

Maka Iblis pun bersumpah menyebut nama Allah dan berkata, “Ya Rasulullah! Sekiranya aku berdusta barang sepatah pun niscaya hancur leburlah badanku menjadi abu.”

Apabila mendengar sumpah Iblis itu, Nabi pun tersenyum dan berkata dalam hatinya, inilah satu peluangku untuk menyiasati segala perbuatannya agar didengar oleh sekalian sahabat yang ada di majlis ini dan menjadi perisai kepada seluruh umatku.

Pertanyaan Nabi (1):
“Hai Iblis! Siapakah sebesar-besar musuhmu dan bagaimana aku terhadapmu?”

Jawab Iblis: “Ya Nabi Allah! Engkaulah musuhku yang paling besar di antara segala musuhku di muka bumi ini.”

Maka Nabi pun memandang muka Iblis, dan Iblis pun menggeletar karena ketakutan. Sambung Iblis, “Ya Khatamul Anbiya! Ada pun aku dapat merubah diriku seperti sekalian manusia, binatang dan lain-lain hingga rupa dan suara pun tidak berbeda, kecuali dirimu saja yang tidak dapat aku tiru karena dicegah oleh Allah.

Kiranya aku menyerupai dirimu, maka terbakarlah diriku menjadi abu. Aku cabut iktikad / niat anak Adam supaya menjadi kafir karena engkau berusaha memberi nasihat dan pengajaran supaya mereka kuat untuk memeluk agama Islam, begitu jugalah aku berusaha menarik mereka kepada kafir, murtad atau munafik. Aku akan menarik seluruh umat Islam dari jalan benar menuju jalan yang sesat supaya masuk ke dalam neraka dan kekal di dalamnya bersamaku.”

Pertanyaan Nabi (2):
“Hai Iblis! Bagaimana perbuatanmu kepada makhluk Allah?”

Jawab Iblis: “Adalah satu kemajuan bagi perempuan yang merenggangkan kedua pahanya kepada lelaki yang bukan suaminya, setengahnya hingga mengeluarkan benih yang salah sifatnya. Aku goda semua manusia supaya meninggalkan sholat, terbuai dengan makan minum, berbuat durhaka, aku lalaikan dengan harta benda daripada emas, perak dan permata, rumahnya, tanahnya, ladangnya supaya hasilnya dibelanjakan ke jalan haram.

Demikian juga ketika pesta yang bercampur antara lelaki dan perempuan. Disana aku lepaskan sebesar-besar godaan supaya hilang peraturan dan minum arak. Apabila terminum arak itu maka hilanglah akal, fikiran dan malunya. Lalu aku ulurkan tali cinta dan terbukalah beberapa pintu maksiat yang besar, datang perasaan hasad dengki hingga kepada pekerjaan zina. Apabila terjadi kasih antara mereka, terpaksalah mereka mencari uang hingga menjadi penipu, peminjam dan pencuri.

Apabila mereka teringat akan salah mereka lalu hendak bertaubat atau berbuat amal ibadah, aku akan rayu mereka supaya mereka menangguhkannya. Bertambah keras aku goda supaya menambahkan maksiat dan mengambil isteri orang. Bila kena goda hatinya, datanglah rasa ria, takabur, megah, sombong dan melengahkan amalnya. Bila pada lidahnya, mereka akan gemar berdusta, mencela dan mengumpat. Demikianlah aku goda mereka setiap saat.”

Pertanyaan Nabi (3):
“Hai Iblis! Mengapa engkau bersusah payah melakukan pekerjaan yang tidak mendatangkan faedah bahkan menambahkan laknat yang besar serta siksa yang besar di neraka yang paling bawah? Hai yang dikutuk Allah! Siapa yang menjadikanmu? Siapa yang melanjutkan usiamu? Siapa yang menerangkan matamu? Siapa yang memberi pendengaranmu? Siapa yang memberi kekuatan anggota badanmu?”

Jawab Iblis: “Semuanya itu adalah anugerah daripada Allah Yang Maha Besar juga. Tetapi hawa nafsu dan takabur membuatku menjadi jahat sebesar-besarnya. Engkau lebih tahu bahwa Diriku telah beribu-ribu tahun menjadi ketua seluruh Malaikat dan pangkatku telah dinaikkan dari satu langit ke satu langit yang tinggi. Kemudian Aku tinggal di dunia ini beribadat bersama sekalian Malaikat beberapa waktu lamanya.

Tiba-tiba datang firman Allah SWT hendak menjadikan seorang Khalifah di dunia ini, maka akupun membantah. Lalu Allah menciptakan lelaki (Nabi Adam) lalu dititahkan seluruh Malaikat memberi hormat kepada lelaki itu, kecuali aku yang ingkar. Oleh karena itu Allah murka kepadaku dan wajahku yang tampan rupawan dan bercahaya itu bertukar menjadi keji dan kelam. Aku merasa sakit hati. Kemudian Allah menjadikan Adam raja di surga dan dikaruniakan seorang permaisuri (Siti Hawa) yang memerintah seluruh bidadari. Aku bertambah dengki dan dendam kepada mereka.

Akhirnya aku berhasil menipu mereka melalui Siti Hawa yang menyuruh Adam memakan buah Khuldi, lalu keduanya diusir dari surga ke dunia. Keduanya berpisah beberapa tahun dan kemudian dipertemukan Allah (di Padang Arafah), hingga mereka mendapat beberapa orang anak. Kemudian kami hasut anak lelakinya Qabil supaya membunuh saudaranya Habil. Itu pun aku masih tidak puas hati dan berbagai tipu daya aku lakukan hingga Hari Kiamat.

Sebelum Engkau lahir ke dunia, aku beserta bala tentaraku dengan mudah dapat naik ke langit untuk mencuri segala rahasia serta tulisan yang menyuruh manusia beribadah serta balasan pahala dan surga mereka. Kemudian aku turun ke dunia, dan memberitahu manusia yang lain daripada apa yang sebenarnya aku dapatkan, dengan berbagai tipu daya hingga tersesat dengan berbagai kitab bid’ah dan carut-marut.

Tetapi ketika engkau lahir ke dunia ini, maka aku tidak dibenarkan oleh Allah untuk naik ke langit serta mencuri rahasia, karena banyak Malaikat yang menjaga di setiap lapisan pintu langit. Jika aku berkeras juga hendak naik, maka Malaikat akan melontarkan anak panah dari api yang menyala. Sudah banyak bala tentaraku yang terkena lontaran Malaikat itu dan semuanya terbakar menjadi abu. Maka besarlah kesusahanku dan bala tentaraku untuk menjalankan tugas menghasut.”

Pertanyaan Nabi (4):
“Hai Iblis! Apakah yang pertama engkau tipu dari manusia?”

Jawab Iblis: “Pertama sekali aku palingkan iktikad / niatnya, imannya kepada kafir juga ada dari segi perbuatan, perkataan, kelakuan atau hatinya. Jika tidak berhasil juga, aku akan tarik dengan cara mengurangi pahala. Lama-kelamaan mereka akan terjerumus mengikut kemauan jalanku.”

Pertanyaan Nabi (5):
“Hai Iblis! Jika umatku sholat karena Allah, bagaimana keadaanmu?”

Jawab Iblis: “Sebesar-besarnya kesusahanku. Gemetarlah badanku dan lemah tulang sendiku. Maka aku kerahkan berpuluh-puluh iblis datang menggoda seorang manusia, pada setiap anggota badannya.

Setengah-setengahnya datang pada setiap anggota badannya supaya malas sholat, was-was, terlupa bilangan rakaatnya, bimbang pada pekerjaan dunia yang ditinggalkannya, senantiasa hendak cepat habis sholatnya, hilang khusyuknya – matanya senantiasa menjeling ke kiri kanan, telinganya senantiasa mendengar orang bercakap serta bunyi-bunyi yang lain. Setengah Iblis duduk di belakang badan orang yang sholat itu supaya dia tidak kuasa sujud berlama-lama, penat atau duduk tahiyat dan dalam hatinya senantiasa hendak cepat habis sholatnya, itu semua membawa kepada kurangnya pahala. Jika para Iblis itu tidak dapat menggoda manusia itu, maka aku sendiri akan menghukum mereka dengan seberat-berat hukuman.”

Pertanyaan Nabi (6):
“Jika umatku membaca Al-Quran karena Allah, bagaimana perasaanmu?”

Jawab Iblis: “Jika mereka membaca Al-Quran karena Allah, maka rasa terbakarlah tubuhku, putus-putus segala uratku lalu aku lari daripadanya.”

Pertanyaan Nabi (7):
“Jika umatku mengerjakan haji karena Allah, bagaimana perasaanmu?”

Jawab Iblis: “Binasalah diriku, gugurlah daging dan tulangku karena mereka telah mencukupkan rukun Islamnya.”

Pertanyaan Nabi (8):
“Jika umatku berpuasa karena Allah, bagaimana keadaanmu?”

Jawab Iblis: “Ya Rasulullah! Inilah bencana yang paling besar bahayanya kepadaku. Apabila masuk awal bulan Ramadhan, maka memancarlah cahaya Arasy dan Kursi, bahkan seluruh Malaikat menyambut dengan suka cita. Bagi orang yang berpuasa, Allah akan mengampunkan segala dosa yang lalu dan digantikan dengan pahala yang amat besar serta tidak dicatatkan dosanya selama dia berpuasa. Yang menghancurkan hatiku ialah segala isi langit dan bumi, yakni Malaikat, bulan, bintang, burung dan ikan-ikan semuanya siang malam mendoakan ampunan bagi orang yang berpuasa. Satu lagi kemuliaan orang berpuasa ialah dimerdekakan pada setiap masa dari azab neraka. Bahkan semua pintu neraka ditutup manakala semua pintu surga dibuka seluas-luasnya, serta dihembuskan angin dari bawah Arasy yang bernama Angin Syirah yang amat lembut ke dalam surga. Pada hari umatmu mulai berpuasa, dengan perintah Allah datanglah sekalian Malaikat dengan garangnya menangkapku dan tentaraku, jin, syaitan dan ifrit lalu dipasung kaki dan tangan dengan besi panas dan dirantai serta dimasukkan ke bawah bumi yang amat dalam. Di sana pula beberapa azab yang lain telah menunggu kami. Setelah habis umatmu berpuasa barulah aku dilepaskan dengan perintah agar tidak mengganggu umatmu. Umatmu sendiri telah merasa ketenangan berpuasa sebagaimana mereka bekerja dan bersahur seorang diri di tengah malam tanpa rasa takut dibandingkan bulan biasa.”

Pertanyaan Nabi (9):
“Hai Iblis! Bagaimana seluruh sahabatku menurutmu?”

Jawab Iblis:
“Seluruh sahabatmu juga adalah sebesar – besar seteruku. Tiada upayaku melawannya dan tiada satu tipu daya yang dapat masuk kepada mereka. Karena engkau sendiri telah berkata: “Seluruh sahabatmu adalah seperti bintang di langit, jika kamu mengikuti mereka, maka kamu akan mendapat petunjuk.”

Sayidina Abu Bakar al-Siddiq sebelum bersamamu, aku tidak dapat mendekatinya, apalagi setelah berdampingan denganmu. Dia begitu percaya atas kebenaranmu hingga dia menjadi wazirul a’zam. Bahkan engkau sendiri telah mengatakan jika ditimbang seluruh isi dunia ini dengan amal kebajikan Abu Bakar, maka akan lebih berat amal kebajikan Abu Bakar. Tambahan pula dia telah menjadi mertuamu karena engkau menikah dengan anaknya, Sayidatina Aisyah yang juga banyak menghafadz Hadits-haditsmu.

Sayidina Umar Al-Khattab pula tidaklah berani aku pandang wajahnya karena dia sangat keras menjalankan hukum syariat Islam dengan seksama. Jika aku pandang wajahnya, maka gemetarlah segala tulang sendiku karena sangat takut. Hal ini karena imannya sangat kuat apalagi engkau telah mengatakan, “Jikalau adanya Nabi sesudah aku maka Umar boleh menggantikan aku”, karena dia adalah orang harapanmu serta pandai membedakan antara kafir dan Islam hingga digelar ‘Al-Faruq’.

Sayidina Usman Al-Affan lagi, aku tidak bisa bertemu, karena lidahnya senantiasa bergerak membaca Al-Quran. Dia penghulu orang sabar, penghulu orang mati syahid dan menjadi menantumu sebanyak dua kali. Karena taatnya, banyak Malaikat datang melawat dan memberi hormat kepadanya karena Malaikat itu sangat malu kepadanya hingga engkau mengatakan, “Barang siapa menulis Bismillahir rahmanir rahim pada kitab atau kertas-kertas dengan dakwat merah, niscaya mendapat pahala seperti pahala Usman mati syahid.”

Sayidina Ali Abi Talib pun aku sangat takut karena hebatnya dan gagahnya dia di medan perang, tetapi sangat sopan santun, alim orangnya. Jika iblis, syaitan dan jin memandang beliau, maka terbakarlah kedua mata mereka karena dia sangat kuat beribadat serta beliau adalah golongan orang pertama memeluk agama Islam dan tidak pernah menundukkan kepalanya kepada sembarang berhala. Bergelar ‘Ali Karamullahu Wajhahu’ – dimuliakan Allah akan wajahnya dan juga ‘Harimau Allah’ dan engkau sendiri berkata, “Akulah negeri segala ilmu dan Ali itu pintunya.” Tambahan pula dia menjadi menantumu, semakin aku ngeri kepadanya.”

Pertanyaan Nabi (10):
“Bagaimana tipu daya engkau kepada umatku?”

Jawab Iblis: “Umatmu itu ada tiga macam. Yang pertama seperti hujan dari langit yang menghidupkan segala tumbuhan yaitu ulama yang memberi nasihat kepada manusia supaya mengerjakan perintah Allah serta meninggalkan laranganNya seperti kata Jibril a.s, “Ulama itu adalah pelita dunia dan pelita akhirat.”

Yang kedua umat tuan seperti tanah yaitu orang yang sabar, syukur dan ridha dengan karunia Allah. Berbuat amal soleh, tawakal dan kebajikan.

Yang ketiga umatmu seperti Firaun; terlampau tamak dengan harta dunia serta dihilangkan amal akhirat. Maka akupun bersukacita lalu masuk ke dalam badannya, aku putarkan hatinya ke lautan durhaka dan aku hela ke mana saja mengikuti kehendakku. Jadi dia senantiasa bimbang kepada dunia dan tidak hendak menuntut ilmu, tiada masa beramal ibadah, tidak hendak mengeluarkan zakat, miskin dalam beribadah.

Lalu aku goda agar minta kaya dulu, dan apabila diizinkan Allah dia menjadi kaya, maka dilupakan beramal, tidak berzakat seperti Qarun yang tenggelam dengan istana mahligainya. Bila umatmu terkena penyakit tidak sabar dan tamak, dia senantiasa bimbang akan hartanya dan setengahnya asyik hendak merebut harta dunia, bercakap besar sesama Islam, benci dan menghina kepada yang miskin, membelanjakan hartanya untuk jalan maksiat, tempat judi dan perempuan lacur.”

Pertanyaan Nabi (11):
“Siapa yang serupa dengan engkau?”

Jawab Iblis: “Orang yang meringankan syariatmu dan membenci orang belajar agama Islam.”

Pertanyaan Nabi (12):
“Siapa yang mencahayakan muka engkau?”

Jawab Iblis: “Orang yang berdosa, bersumpah bohong, saksi palsu, pengingkar janji.”

Pertanyaan Nabi (13):

“Apakah rahasia engkau kepada umatku?”

Jawab Iblis: “Jika seorang Islam pergi buang air besar serta tidak membaca doa pelindung syaitan, maka aku gosok-gosokkan najisnya sendiri ke badannya tanpa dia sadari.”

Pertanyaan Nabi (14):
“Jika umatku bersatu dengan isterinya, bagaimana hal engkau?”

Jawab Iblis: “Jika umatmu hendak bersetubuh dengan isterinya serta membaca doa pelindung syaitan, maka larilah aku dari mereka. Jika tidak, aku akan bersetubuh dahulu dengan isterinya, dan bercampurlah benihku dengan benih isterinya. Jika menjadi anak maka anak itu akan gemar kepada pekerjaan maksiat, malas pada kebaikan, durhaka. Ini semua karena kealpaan ibu bapaknya sendiri. Begitu juga jika mereka makan tanpa membaca Bismillah, aku yang dahulu makan daripadanya. Walaupun mereka makan, tiadalah merasa kenyang.”

Pertanyaan Nabi (15):
“Dengan jalan apa dapat menolak tipu daya engkau?”

Jawab Iblis: “Jika dia berbuat dosa, maka dia kembali bertaubat kepada Allah, menangis menyesal akan perbuatannya. Apabila marah segeralah mengambil air wudhu’, maka padamlah marahnya.”

Pertanyaan Nabi (16):
“Siapakah orang yang paling engkau lebih sukai?”

Jawab Iblis: Lelaki dan perempuan yang tidak mencukur atau mencabut bulu ketiak atau bulu ari-ari (bulu kemaluan) selama 40 hari. Di situlah aku mengecilkan diri, bersarang, bergantung, berbuai seperti pijat pada bulu itu.”

Pertanyaan Nabi (17):
“Hai Iblis! Siapakah saudara engkau?”

Jawab Iblis: “Orang yang tidur meniarap/telungkup, orang yang matanya terbuka di waktu subuh tetapi menyambung tidur lagi. Lalu aku lenakan dia hingga terbit fajar. Demikian juga pada waktu zuhur, asar, maghrib dan isya’, aku beratkan hatinya untuk sholat.”

Pertanyaan Nabi (18):
“Apakah jalan yang membinasakan diri engkau?”

Jawab Iblis: “Orang yang banyak menyebut nama Allah, bersedekah dengan tidak diketahui orang, banyak bertaubat, banyak tadarus Al-Quran dan sholat tengah malam.”

Pertanyaan Nabi (19):
“Hai Iblis! Apakah yang memecahkan mata engkau?”

Jawab Iblis: “Orang yang duduk di dalam masjid serta beritikaf di dalamnya”

Pertanyaan Nabi (20):
“Apa lagi yang memecahkan mata engkau?”

Jawab Iblis: “Orang yang taat kepada kedua ibu bapaknya, mendengar kata mereka, membantu makan dan pakaian mereka selama mereka hidup, karena engkau telah bersabda, ‘Surga itu di bawah telapak kaki ibu’

**Semoga artikel ini dapat menjadi renungan kita semua agar menjadi lebih baik lagi dalam beramal sholeh dan beribadah kepada Allah SWT…

Sumber: http://votreesprit.wordpress.com/2012/01/20/dialog-rasulullah-saw-dengan-iblis-laknatullah-2

Saturday, March 16, 2013

ARTI JIHAD



Assalamu'alaikum Warahmatullah..
Sahabat fillah


Kaum muslimin hamba Allah yang semoga Allah merahmati kita semua, perlu diketahui oleh kita bahwa dasar pokok agama kita adalah sebagaimana yang telah diterangkan oleh Rasulullah r, beliau bersabda:
أَلَا أُخْبِرُكَ بِرَأْسِ الْأَمْرِ كُلِّهِ وَعَمُودِهِ وَذِرْوَةِ سَنَامِهِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
“Maukah aku kabarkan kepadamu kepala dari semua kebaikan dalam perkara agama itu, tiangnya dan puncak ketinggiannya ?”, aku (Muadz) berkata: “Tentu wahai Rasulullah”, lalu beliau r bersabda: “Kepala dari semua kebaikan dalam perkara agama adalah Al-Islam, tiangnya adalah shalat dan puncak ketinggiannya adalah Al-Jihad” (HR. Tirmidzi, shahih)
Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad –hafizhahullah- menerangkan tentang yang dimaksud dalam hadits: “Al-Jihad adalah mencakup jihad melawan hawa nafsu dan jihad melawan musuh dari orang kafir dan munafiqin, dan beliau r mensifatkan jihad sebagai ketinggian agama Islam sebab didalam jihad ada kekuatan kaum muslimin dan kejayaan Islam yang telah melebihi diatas seluruh agama yang lain” [Fathul Qawiyyil Matin Syarah Al-Arbain An-Nawawi]
Dan jihad didalam Islam menurut Syaikh Hamd bin Ibrahim Al-Utsman –hafizhahullah- (murid Syaikh Al-Utsaimin) menerangkan: “Al-Jihad adalah mencurahkan segenap usaha untuk mewujudkan suatu amal yang dicintai oleh Allah U, ini makna jihad secara umum dan luas, maka termasuk didalamnya adalah beramal shalih, dan dengan pengertian ini maka jelaslah kerusakan dan penyimpangan cara berfikir sekelompok jamaah dimana mereka telah salah besar dalam menamakan Al-Jihad dengan makna Jihadus Sinan (berperang dengan mengangkat senjata semata)” [Al-Jihad anwa’uhu wa ahkamuhu hal.11]
Ayat Allah yang menjelaskan tentang makna jihad seperti disebutkan dalam firman Allah:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya” (Al-Hajj: 78)
Imam Al-Baghawi –rahimahullah- dalam tafsirnya menyebutkan: “Ada pendapat menyatakan: “Berjihadlah (perangilah) musuh-musuh Allah dijalan Allah dengan sebenar-benar jihad yakni kerahkan segenap kemampuan untuk berjihad, hal ini dikatakan oleh Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- dan telah ditambahkan: “Dan janganlah kalian takut karena Allah terhadap celaan orang yang mencerca, dan ini adalah sebenar-benar jihad”
Imam Adh-Dhahhak –rahimahullah- mengatakan: “Beramallah kalian dengan sebenar-benarnya dan beribadahlah dengan sebenar-benar ibadah”.
Abdullah Ibnul Mubarak –rahimahullah- telah berkata: “Dalam ayat tersebut terdapat perintah untuk berjihad memerangi hawa nafsu, dan ini adalah jihad yang terbesar dan sebenar-benar jihad”.
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah telah memberikan rincian tentang jihad dalam kitab Zaadul Ma’ad (2/70): “Pasal: beberapa tingkatan jihad. Bila telah diketahui perkara jihad maka jihad memiliki 4 tingkatan:
1. Jihadun Nafs
2. Jihadusy Syaithan
3. Jihadul Kuffar
4. Jihadul Munafiqin
Disini penulis ingin menguraikan beberapa tingkatan jihad yang telah disebutkan oleh Imam Ibnul Qayyim –rahimahullah- dengan ditambahkan beberapa dalilnya.

1. Jihadun Nafs

Yaitu jihad dalam memerangi hawa nafsu. Rasulullah r telah menjelaskan dalam hadits: Dari Fadhalah bin Ubaid t berkata: Aku telah mendengar Rasulullah r bersabda:
اَلْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي اللهِ
“Seorang Mujahid adalah orang yang berjuang untuk memerangi hawa nafsunya karena Allah” (HR. Tirmidzi, shahih)
Bahkan beliau r mengatakan bahwa Jihadun Nafs adalah seutama-utama jihad. Dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ r: أَيُّ الْجِهَادِ أَفْضَلُ ؟, قَالَ: أَفْضَلُ الْجِهَادِ أَنْ تُجَاهِدَ نَفْسَكَ وَ هَوَاكَ فِي ذَاتِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
Dari Abu Dzar t berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah r: “Jihad manakah yang paling utama ?”, beliau bersabda: “Seutama-utama jihad adalah engkau memerangi dirimu dan hawa nafsumu karena dzat Allah U” (HR. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, shahih)
Ibnu Baththal –rahimahullah- berkata dalam Syarah Bukhari: “Jihad seorang hamba dalam memerangi hawa nafsu adalah jihad yang paling sempurna, Allah U berfirman:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى * فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)” (An-Nazi’at: 40-41)
Al-Hafizh Ibnu Hajar –rahimahullah- dalam kitab Fathul Bari berkata dengan menukil perkataan Ibnu Baththal: “Dan termasuk dari menahan hawa nafsu adalah mencegah dirinya dari bermaksiat (pelanggaran terhadap syariat Allah baik menyia-nyiakan hal yang wajib atau melakukan hal yang terlarang) dan mencegah diri dari syubhat (kerancuan dalam beragama) dan juga menahan diri dari seringkali mengikuti syahwat yang mubah, dan ini semua dimaksudkan untuk lebih banyak terkonsentrasikan dengan akhiratnya”, dikatakan oleh Al-Hafizh: “Dan hal ini juga dimaksudkan agar tidak menjadi kebiasaan yang menyeret kepada syubhat lalu tidak merasa aman untuk jatuh dalam hal yang haram”
Sufyan Ats-Tsauri –rahimahullah- berkata: “Musuh kamu bukanlah orang yang jika engkau membunuhnya niscaya kamu akan mendapatkan ganjaran dengan sebab itu, hanyalah musuhmu adalah jiwamu (hawa nafsumu) yang ada dikedua sisimu, maka perangilah hawa nafsumu lebih keras dari pada kamu memerangi musuhmu”
Ali bin Abi Thalib t berkata: “Pertama yang kalian akan kehilangan dari agama kalian adalah jihad dalam memerangi hawa nafsu kalian”
Al-Imam Ibnul Qayyim –rahimahullah- dalam kitab Zaadul Ma’ad berkata tentang jihad memerangi hawa nafsu, ada beberapa tingkatan:
1) Berusaha semaksimal mungkin untuk ditundukkan hawa nafsunya agar mau mempelajari petunjuk dan agama yang benar yang tidak ada kebahagiaan didunia dan diakhirat kecuali dengan kebenaran, dan barang siapa terluputkan dalam mengkaji ilmu yang benar niscaya akan celaka dunia dan akhirat
2) Berusaha semaksimal mungkin untuk ditundukkan hawa nafsunya agar mau beramal sesuai dengan ilmunya, jika tidak demikian maka semata-mata ilmu saja tanpa amal meskipun tidak memudharatkan tapi itu tidaklah bisa memberikan manfaat
3) Berusaha semaksimal mungkin untuk ditundukkan hawa nafsunya agar mau berdakwah dijalan yang benar dan mengajarkan kepada orang yang belum mengetahuinya, jika tidak demikian niscaya dia termasuk orang yang menyembunyikan ilmu yang Allah turunkan berupa petunjuk, ilmunya tidak bermanfaat dan tidak bisa menyelamatkannya dari azab Allah
4) Berusaha semaksimal mungkin untuk ditundukkan hawa nafsunya agar bersabar dalam menanggung resiko dakwah ke jalan Allah dan gangguan manusia
Maka bila dia telah menyempurnakan 4 tingkatan ini niscaya dia akan menjadi generasi Rabbani seorang hamba muslim yang terdidik dengan bimbingan dari Allah”.
 
2. Jihadusy Syaithan
Jihad memerangi setan, ini ada 2 tingkatan:
1) Jihadnya adalah mencegah semua yang akan dibisikkan oleh setan kepada hamba dari berbagai syubhat (kerancuan pemahaman agama) dan keraguan yang akan menciderai keimanannya
2) Jihadnya adalah mencegah semua yang akan dibisikkan oleh setan kepada hamba dari keinginan niat yang rusak dan nafsu syahwat
Untuk memerangi yang pertama (yaitu syubhat kerancuan dalam pemahaman agama yang disebabkan oleh bisikan setan untuk menyimpang dari kebenaran dan mengikuti kebatilan yang diindahkan oleh setan sebagai kebenaran), setelah diketahui bahwa hal itu adalah syubhat maka untuk memeranginya adalah ditempuh dengan mencari jalan yang meyakinkan dari ajaran agama yang datang dari Rasulullah r. Dan untuk memerangi yang kedua (keinginan niat yang rusak dan nafsu syahwat) setelah diketahui hal tersebut adalah ditempuh dengan mencari kesabaran, dan Allah r telah berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan diantara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami” (As-Sajdah: 24)
Dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim –rahimahullah-: “Allah telah mengkabarkan bahwa kepemimpinan dalam agama hanyalah diraih dengan kesabaran dan keyakinan, maka sabar itu bisa menolak segala keinginan syahwat dan niat yang rusak, dan keyakinan itu bisa menolak segala keraguan dan kesyubhatan”

3. Jihadul Kuffar dan Munafiqin
Untuk jihad ini ada 4 tingkatan:
1) Dengan hati
2) Dengan lisan
3) Dengan harta
4) Dengan jiwa
Jihad memerangi orang kafir lebih dikhususkan dengan kekuatan tangan, dan jihad terhadap orang munafiqin lebih dikhususkan dengan menggunakan lisan.
Semoga Allah memberi kekuatan kepada kita semua agar bisa mengamalkan perkara yang agung dalam syariat ini, yakni Al-Jihad sesuai dengan masing-masing tingkatannya. Wallahu a’lam bish shawab.
وَ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ

Pertanyaan:
Apa hukumnya kita shalat di ruangan yang di bawahnya dibuat sapiteng (tempat penampungan kotoran manusia)?
Abdurrahman_Namlea (085343009XXX)
Dijawab oleh Ustadz Abu Bakr
Pada asalnya semua tempat di bumi ini bisa dijadikan tempat untuk shalat kecuali tempat-tempat yang dilarang untuk shalat disana sesuai dengan petunjuk Rasulullah r. Bersabda Rasulullah r :
وَجُعِلَتْ لِيَ اْلأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا
“Dijadikan untukku bumi ini sebagai masjid (tempat shalat) yang suci” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dikecualikan oleh Rasulullah r tempat-tempat seperti kamar mandi, kuburan, kandang onta, sebagaimana datang hadits-hadits shahih tentang larangan untuk shalat di tempat-tempat tersebut. Adapun pertanyaan diatas maka jawabannya kembali kepada hadits-hadits diatas, kalau memang tempat tersebut adalah ruangan yang asalnya suci hanya saja dibawahnya dijadikan tempat pembuangan kotoran (sapiteng), selama tempat tersebut suci maka bisa dijadikan tempat untuk shalat, sebagaimana hal ini merupakan pendapat para ulama seperti Ibnu Qudamah –rahimahullah- dan yang lainnya. Wallahu a’lam.
Pertanyaan:
Dimanakah posisi imam dan makmum bila wanita shalat berjamaah hanya 2 orang..? haruskah juga bagi keduanya untuk merapatkan shaf..?
Muna_Batu Merah (085343017XXX)
Dijawab oleh Ustadz Abu Bakr
Apabila hanya dua orang maka posisi imam sejajar dengan makmum dan keduanya merapatkan shaf sebagaimana shalatnya Rasulullah r bersama Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- yang disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim. Adapun wanita maka shalat mereka sama seperti shalat laki-laki. Wallahu a’lam.

Sunday, March 10, 2013

SATU GOLONGAN YANG DIPILIH

Firman Allah:

"kemudian mereka menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa 
pecahan; tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka. 
maka biarkanlah mereka berada 

dalam kesesatannya sampai suatu waktu." (QS. Al-Mu'minun:53-54)


Hadits:

Nabi s.a.w. besabda: Ummat yahudi telah pecah menjadi 71 golongan; dan umat 
Nashrani telah terpecah menjadi 72 golongan. Dan umatku (Islam) akan terpecah 
menjadi 73 golongan. Yang selamat dari ke 

tujuh puluh tiga golongan itu yang satu golongan, sedang sisanya celaka." Para 
sahabat bertanya: Wahai Rasulullah siapa golongan yang selamat itu?" beliau 
menjawab: "Ahlussunah wal Jama'ah!" Dikatakan : "Apakah Ahlussunah wal Jama'ah 
itu?" Beliau bersabda: "Apa yang aku berada 

diatasnya sekarang bersama para sahabatku!"

 
firman Allah:

Berpegang teguhlah dengan tali (agama) Allah dalam keadaan berjamaah (bersatu 
dalam jamaah muslim) dan janganlah bercerai berai."(QS:3:103) 
 
Sabda Nabi .s.a.w.:

"Pertolongan Allah itu diberikan kepada  umat yang bersatu dalam satu jamaah, 
maka siapa yang melepaskan diri darai jamaahnya, ia terancam dihukum di neraka 
(HR.Tirmidzi)

 
Umar bin al-Khattab r.a.; berkata:

Islam tidak akan pernah tegak tanpa adanya jamaah (persatuan).dan persatuan 
tidak akan bisa diwujudkan tanpa adanya kepemimpinan; dan kepemimpinan juga 
tidak akan bisa tegak tanpa adanya BAI'AT (dukungan);dan dukungan juga tak akan 
ada artinya kalau tanpa diikuti dengan kepatuhan.


--------------------------------------------------------------------------------------------------

Untuk saudara-saudaraku yang se-aqidah dengan salafushsholih (ahlu sunnah 
waljamaah), bila ada perbedaan dalam hal pemahaman suatu dalil (cabang), 
janganlah merenggangkan persatuan kita, "kesyirikan (menuhankan hawa nafsu, 
menuhankan jin, menuhankan manusia) adalah musuh besar kita"

--------------------------------------------------------------------------------------------------

 
PEMIKIRAN LDII (Islam Jamaah)

 
Maka dilihat dari segi SEJARAH maupun doktrin Islam, "Jamaah" BUKANLAH sebuah 
LEMBAGA atau ORGANISASI atau aliran-aliran yang bersifat sektarian, "Seperti" 
Islam Jamaah (Lemkari/LDII) dan sejenisnya, tetapi yang dimaksudkan "Jami'an 
(QS.3:103) diatas; dan "al Jamaah" adalah persatuan, kesatuan dan keutuhan 
ummat di bawah kepemimpinan seorang khalifah/amirul mukminin"; dimana umat 
islam diwajibkan mentaati dan mematuhi pemimpin jama'ahnya yang telah mereka 
angkat melalui WAKIL-WAKIL mereka dan mereka dukung kepemimpinannya.

 

Jadi yang dimaksud dengan "jamaah" disini adalah dalam KONTEKS NEGARA, bukan 
jamaah dalam arti LEMBAGA atau ORGANISASI atau aliran-aliran yang bersifat 
sektarian.

 

Maka kalau organisasi semacam LDII/Islam Jamaah dan sejenisnya mengklaim bahwa 

HANYA JAMAHNYA YANG BENAR (hanya jamaahnya yang masuk surga, sedang yang 

lain di neraka), adalah bukan hanya keliru tetapi MENYESATKAN.

 
AMIR

Amir lengkapnya Amirul Mukminin mula-mula dikenal dalam sejarah islam adalah 
sejak diangkatnya Umar bin Khattab ra. sebagai kepala negara II menggantikan 
Abu Bakar as-Shidiq ra. lebih dikenal dengan sebutan Khalifah.

 

Jadi sebutan Amirul Mukminin dalam sejarah islam adalah DIPERUNTUKKAN bagi 
pejabat KEPALA NEGARA ISLAM dalam konteks nasional.

 

Sabda Nabi s.a.w.:

Siapa yang taat kepadaku berarti ia taat kepada Allah, siapa yang durhaka 
kepadaku berarti ia durhaka kepada Allah, siapa yang taat kepada amirnya 
berarti taat kepadaku,siapa yang durhaka kepada amirnya berarti ia durhaka 
kepadaku (HR.Bukhari)

 

DOKTRIN-DOKTRIN "LDII"

(LDII : Lembaga Dakwah Islam Indonesia)

 
1. Doktrin AMIR 

Islam Jamaah adalah sebuah aliran yang didirikan oleh H. Nur. Hasan Ubaidah 
Lubis (baca Bab: Riwayat Singkat Islam Jamaah dan Pendirinya).

Islam Jamaah bukan sebuah negara, tapi ia hanyalah suatu organisasi sosial 
keagamaan, walaupun pendirinya/pemimpinnya digelari "AMIR".

Dengan demikian, maka segala perintah Nabi s.a.w. agar umat islam membai'at, 
patuh kepada amirnya TIDAK DAPAT diterapkan kepada "amir"nya aliran LDII

 
Sebutan "amir" dipakai oleh LDII karena berpegang pada sabda Nabi s.a.w. 
berikut:

 
artinya: "Tidak boleh tiga orang yang berada di suatu tempat di muka bumi tanpa 
mengangkat salah seorang sebagai amir." (HR. Ahmad)

 
Tapi menurut Syekh Muhammad Nashirudin Al Bani, (seorang ahli hadits dunia) 
bahwa hadits tersebut diatas adalah riwayatnya dhoif (lemah), maka tidak bisa 
dijadikan sebagai hujah/dalil/pegangan.

 
2. Doktrin BAIAT

Sebenarnya, apabila seseorang telah berikrar menyatakan diri sebagai muslim 
dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, secara otomatis dia telah terikat 
dengan semua hukum islam; meski tanpa mengucap janji setia (BAI'AT). Karenanya, 
tidak ada berita, bahwa seluruh muslim di zaman Nabi s.a.w. melakukan bai'at. 
Dan Nabi s.a.w. sendiri tidak PERNAH MEMERINTAHKAN muslim agar berbai'at 
kepadanya misal: untuk tidak melakukan ini, atau untuk 

tidak mengerjakan itu.

 
Jadi bai'at model LDII ini tidak diperintahkan oleh Islam. Hanya kalau ada 
orang atau orang-orang berbai'at seperti itu kepada seorang imam, maka bai'at 
harus diterima.

 
Perlu diketahui bahwa bai'at yang berarti dukungan adalah ditujukan kepada 
seorang "amir/kepala negara terpilih"yang mana dipilih oleh sebuah lembaga 
negara resmi yakni ulil amri (semacam MPR)

Kesimpulannya, bahwa di zaman Nabi sampai peride sahabat tidak ditemukan adanya 
bai'at, baik dalam arti janji setia pengangkatan maupun dukungan yang ditujukan 
kepada seorang pemimpin organisasi sektarian, yang dipilih dan diangkat oleh 
intern anggotanya-anggotanya.
 
Dari uraian singkat  tentang bai'at, kalau dikaitkan dengan keberadaan aliran 
Islam Jamaah/LDII/lemkari yang mewajibkan umat islam indonesia membaiat 
amirnya; sebagaimana ditegaskan dalam buku resminya LDII, antara lain berjudul 
"Menunda Bai'at Merugikan Diri Sendiri dan Keluarga" yang disusun oleh Drs. Nur 
Hasyim, adalah suatu anjuran/pemaksaan 

yang menyesatkan. Mungkin hal ini akibat kesalahan memahami nash-nash Al-Quran 
dan HADITS tentang bai'at karena tidak dikaitkan dengans ajarah islam, atau 
mungkin ada unsur kesengajaan dari pendiri untuk menyesatkan umat

 
Jadi SISTIM BAI'AT di LDII adalah MENYIMPANG

 
3. Doktrin SANAD

Menurut aliran ini, untuk mempelajari alquran dan hadits harus ditempuh dengan 
jalan ber "sanad". tanpa cara ini ilmu keagamaan dipandang tidak sah. 
Ditanamkan pula kepercayaan dikalangan mereka (anggota LDII), bahwa 
satu-satunya ulama di Indonesia yang memiliki sanad yang mutasil (bersambung 
sampai Rasul-Jibril-Allah) hanyalah pendiri islam Jamaah/LDII yaitu: H. Nur 
Hasan Ubaidillah Lubis Amir.Maka menurut aliran ini, bahwa ilmunya ulama-ulama 
lain 

di indonesia dipandang tidak sah.

H. Nur Hasan Ubaidillah Lubis Amir mengaku bahwa ia dulu berguru kepada seorang 
ulama di mekah yang bernama: Syekh Umar Hamdan, dan syekh ini adalah murid dari 
Sayid aghmad Barzanji, dan Sayid ini murid dari Sayid Ismail Barzanji dan 
seterusnya bersambung (ber "sanad") 

sampai kepada Nabi Muhammad s.a.w-Jibril-Allah.

Kalau orang mau mencari nama H. Nur Hasan Ubaidah Lubis pendiri Islam 
Jamaah(Lemkari/LDII) dalam sanad seluruh hadits yang ada, maka sudah pasti 
tidak akan menemukan, karena H. Nur Hasan Ubaidah Lubis BUKAN seorang perawi 
hadits. Sebab yang masuk dalam sanad hanyalah para perawi hadits, sedang H. Nur 
Hasan Ubaidah Lubis hanya  seorang "pembaca/pengkaji" hadits.

Dari uraian selintas tenang "sanad" dapatlah disimpulkan bahwa doktrin Islam 
Jamaah tentang "sanad" adalah mengada-ada, karena masalah sanad telah dianggap 
"selesai" setelah seluruh hadits terhimpun dalam kitab-kitab hadits oleh para 
pencatatnya seperti: Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'I, Abu Daud, 
dll. Sedang H. Nur Hasan Ubaidah Lubis sendiri tidak pernah berada dalam 
"sanad" hadits yang manapun yang pernah dihimpun oleh seorang "ahli hadits" di 
zaman kapanpun dan dimanapun.

                                  
4.Doktrin MANQUL

Selain sistim/doktrin sanad, aliran sesat ini (LDII) juga mempunyai sistem 
"manqul". Pengertian "sistem manqul" adalah waku belajar ilmu agama "harus" 
tahu gerak lesan, badan "sang guru"; telinga harus langsung mendengar dari 
"sang guru", belajar dengan terhalang dinding tidak sah, apalagi lewat membaca 
buku. Tidak boleh menyampaikan/ menyebarkan ilmu dari "sang guru" kecuali jika 
telah mendapat Ijazah dari "sang guru".

 
Sistem "manqul ini JELAS BERTENTANGAN  dengan kata Nabi s.a.w.:

Artinya: Semoga Allah mengelokkan rupa orang yang mendengar ucapanku lalu 
menghafalnya dan memeliharanya lalu MENYAMPAIKAN-nya (kepada orang lain) 
sebagaimana apa yang ia dengar. (HR. Syafi'i dan Baihaqi)

Berdasar hadits diatas diketahui, bahwa cara bagaimana atau alat apa dalam 
mempelajari dan menyampaikan (menyebarkan) hadits-hadits itu TIDAK ditentukan. 
Jadi bisa disampaikan dengan lesan, tulisan, radio, televisi, internet, email, 
dll.

 
Bahaya Sistem Manqul!

Ajaran manqul ini akan "mengancam mandeknya" pelbagai kegiatan pengkajian 
ajaran Islam; sebab sistem ini membuat pengikutnya hanya akan terpaku pada 
doktrin. Untuk itu doktrin manqul ini harus DIBERANGUS / diberantas secara 
total.

Tentang Islam Jama'ah

Aliran ini telah sekian kali berganti nama. Seringnya berganti nama itu tidak 
lain disebabkan oleh timbulnya reaksi dari masyarakat dimana aliran ini berada. 
Setiap timbul reaksi, maka pihak yang berwenang pun bertindak dengan melarang 
keberadaan aliran ini. Setelah timbul larangan maka muncullah nama baru.Jadi 
selain Islam Jamaah, nama-nama lainnya adalah: Yayasan Pendidikan Islam Jamaah 
(Y.P.I.D.), Islam Murni, Jamaah Pengajian Hadits, Jamaah Amirul Mukminin, 
Jamaah Quran Hadits, Jamaah al Hidayah, Yayasan Pendidikan Nasional, dan yang 
terakhir sekarang terkenal dengan nama LDII .


Pendiri LDII

H. Nur Hasan Ubaidah Lubis

Lahir pada tahun 1908 di desa Bangi Purwosari Kodya Kediri Jawa Timur, anak 
kedua dari 7 orang, putra H. Abdul Aziz bin H. Tholib bin H. Irsyad. Nama 
kecilnya Muhammad Medigol, setelah menunaikan haji namanya berganti H. 
Nurhasan, setelah haji ke-2 nama berganti al-Ubaidah; dan pengikut-pengikutnya 
menambahkan nama yaitu Lubis artinya "luar biasa".

 
Pendidikan yang pernah ditempuh!

Pondok pesantren Smelo Perak Jombang; Pondok Rejoso Jombang; Pondok Jmasaren 
Solo; yang terakhir Madrasah Darul Hadits Makkah Saudi Arabia. Tetapi umumnya 
pendidikan yang ditempuh TIDAK DAPAT dituntaskan. (lihat R.E. Djumali 
Kertorahardjo: 113)

Ajaran H. Nur Hasan Ubaidah Lubis

Ajaran Islam Jamaah hanya berkisar masalah Keamiran, Bai'at, Jamaah,Sanad, 
Manqul, Infaq, dan beberapa hal tentang ibadah. 
 
Ciri lain dari orang yang beraliran LDII adalah:

Orang selain golongan LDII dianggap najis.

 

sumber: Sekilas Islam Jamaah

Wednesday, March 6, 2013

Jauhilah Sikap Sombong

Salah satu tujuan diutusnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad 2/381. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih)

Islam adalah agama yang mengajarkan akhlak yang luhur dan mulia. Oleh karena itu, banyak dalil al Quran dan as Sunnah yang memerintahkan kita untuk memiliki akhlak yang mulia dan menjauhi akhlak yang tercela. Demikian pula banyak dalil yang menunjukkan pujian bagi pemilik akhlak baik dan celaan bagi pemilik akhlak yang buruk. Salah satu akhlak buruk yang harus dihindari oleh setiap muslim adalah sikap sombong.
Sikap sombong adalah memandang dirinya berada di atas kebenaran dan merasa lebih di atas orang lain. Orang yang sombong merasa dirinya sempurna dan memandang dirinya berada di atas orang lain. (Bahjatun Nadzirin, I/664, Syaikh Salim al Hilali, cet. Daar Ibnu Jauzi)

Islam Melarang dan Mencela Sikap Sombong

Allah Ta’ala berfirman,

وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اللأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَجُوْرٍ  {18}

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ

“Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri.” (QS. An Nahl: 23)

Haritsah bin Wahb Al Khuzai’i berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ قَالُوا بَلَى قَالَ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ

“Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur(sombong).“ (HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853).

Dosa Pertama Iblis

Sebagian salaf menjelaskan  bahwa dosa pertama kali yang muncul kepada Allah adalah kesombongan. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لأَدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الكَافِرِينَ {34}

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kalian kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur (sombong) dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir“ (QS. Al Baqarah:34)

Qotadah berkata tentang ayat ini, “Iblis hasad kepada Adam ‘alaihis salaam dengan kemuliaan yang Allah berikan kepada Adam. Iblis mengatakan, “Saya diciptakan dari api sementara Adam diciptakan dari tanah”. Kesombongan inilah dosa yang pertama kali terjadi . Iblis sombong dengan tidak mau sujud kepada Adam” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/114, cet al Maktabah at Tauqifiyah)

Hakekat Kesombongan

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)

An Nawawi rahimahullah berkata, “Hadist ini berisi larangan dari sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka, serta menolak kebenaran” (Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi, II/163, cet. Daar Ibnu Haitsam)

Kesombongan ada dua macam, yaitu sombong terhadap al haq dan sombong terhadap makhluk. Hal ini diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadist di atas dalam sabda beliau, “sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain”. Menolak kebenaran adalah dengan menolak dan berpaling darinya serta tidak mau menerimanya. Sedangkan meremehkan manusia yakni merendahkan dan meremehkan orang lain, memandang orang lain tidak ada apa-apanya dan melihat dirinya lebih dibandingkan orang lain. (Syarh Riyadus Shaalihin, II/301, Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, cet Daar Ibnu Haitsam)

Sombong Terhadap al Haq (Kebenaran)

Sombong terhadap al haq adalah sombong terhadap kebenaran, yakni dengan tidak menerimanya. Setiap orang yang menolak kebenaran maka dia telah sombong disebabkan penolakannya tersebut.  Oleh karena itu wajib bagi setiap hamba untuk menerima kebenaran yang ada dalam Kitabullah dan ajaran para rasul ‘alaihimus salaam.

Orang yang sombong terhadap ajaran rasul secara keseluruhan maka dia telah kafir dan akan kekal di neraka. Ketika datang kebenaran yang dibawa oleh rasul dan dikuatkan  dengan ayat dan burhan, dia bersikap sombong dan hatinya menentang sehingga dia menolak kebenaran tersebut. Hal ini seperti yang Allah terangkan dalam firman-Nya,

إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي ءَايَاتِ اللهِ بِغَيْرِ سًلْطَانٍ أَتَاهُمْ إِن فِي صُدُورِهِمْ إِلاَّ كِبْرٌ مَّاهُم بِبَالِغِيهِ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ {56}

“Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa lasan yang sampai pada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kesombongan yang mereka sekali-klai tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mnedengar lagi Maha Melihat” (QS. Ghafir:56)

Adapun orang yang sombong dengan menolak sebagian al haq yang tidak sesuai dengan hawa nafsu dan akalnya –tidak termasuk kekafiran- maka dia berhak mendapat hukuman (adzab) karena sifat sombongnya tersebut.

Maka wajib bagi para penuntut ilmu untuk memiliki tekad yang kuat mendahulukan perkataan Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam di atas perkataan siapa pun. Karena pokok kebenaran adalah kembali kepadanya dan pondasi kebenaran dibangun di atasnya, yakni dengan petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Kita berusaha untuk mengetahui maksudnya, dan mengikutinya secara lahir dan batin. (Lihat Bahjatu Qulubil Abrar, hal 194-195, Syaikh Nashir as Sa’di, cet Daarul Kutub ‘Ilmiyah)

Sikap seorang muslim terhadap setiap kebenaran adalah menerimanya secara penuh sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla,

وَمَاكَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَمُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولَهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةَ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينًا {36}

“Dan tidaklah patut bagi mukmin laki-laki dan mukmin perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al-Ahzab: 36)

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا {65}

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (QS. An Nisaa’: 65)

Sombong Terhadap Makhluk

Bentuk kesombongan yang kedua adalah sombong terhadap makhluk, yakni dengan meremehkan dan merendahkannya. Hal ini muncul karena seseorang bangga dengan dirinya sendiri dan menganggap dirinya lebih mulia dari orang lain. Kebanggaaan terhadap diri sendiri membawanya sombong terhadap orang lain, meremehkan dan menghina mereka, serta merendahkan mereka baik dengan perbuatan maupun perkataan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ

“Cukuplah seseorang dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim” (H.R. Muslim 2564). (Bahjatu Qulubill Abrar, hal 195)

Di antara bentuk kesombongan terhadap manusia di antaranya adalah sombong dengan pangkat dan kedudukannya, sombong dengan harta, sombong dengan kekuatan dan kesehatan, sombong dengan ilmu dan kecerdasan, sombong dengan bentuk tubuh, dan kelebihan-kelebihan lainnya. Dia merasa lebih dibandingkan orang lain dengan kelebihan-kelebihan tersebut. Padahal kalau kita renungkan, siapa yang memberikan harta, kecerdasan, pangkat, kesehatan, bentuk tubuh yang indah? Semua murni hanyalah nikmat dari Allah Ta’ala. Jika Allah berkehendak, sangat mudah bagi Allah untuk mencabut kelebihan-kelebihan tersebut. Pada hakekatnya manusia tidak memiliki apa-apa, lantas mengapa dia harus sombong terhadap orang lain? Wallahul musta’an.

Hukuman Pelaku Sombong di Dunia

Dalam sebuah hadist yang shahih dikisahkan sebagai berikut ,

أَنَّ رَجُلاً أَكَلَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِشِمَالِهِ فَقَالَ « كُلْ بِيَمِينِكَ ». قَالَ لاَ أَسْتَطِيعُ قَالَ « لاَ اسْتَطَعْتَ ». مَا مَنَعَهُ إِلاَّ الْكِبْرُ. قَالَ فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ.

“Ada seorang laki-laki makan di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangan kirinya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang tersebut malah menjawab, “Aku tidak bisa.” Beliau bersabda, “Apakah kamu tidak bisa?” -dia menolaknya karena sombong-. Setelah itu tangannya tidak bisa sampai ke mulutnya” (H.R. Muslim no. 3766).

Orang tersebut mendapat hukum di dunia disebabkan perbuatannya menolak perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Dia dihukum karena kesombongannya. Akhirnya dia tidak bisa mengangkat tangan kanannya disebabkan sikap sombongnya terhadap perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah di antara bentuk hukuman di dunia bagi orang yang sombong.

Mengganti Sikap Sombong dengan Tawadhu

Kebalikan dari sikap sombong adalah sikap tawadhu’ (rendah hati). Sikap inilah yang merupakan sikap terpuji, yang merupakan salah satu sifat ‘ibaadur Rahman yang Allah terangkan dalam firman-Nya,

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati (tawadhu) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63)

Diriwayatkan dari Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

‘Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap rendah hati hingga tidak seorang pun yang bangga atas yang lain dan tidak ada yang berbuat aniaya terhadap yang lain” (HR Muslim no. 2865).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ.

“Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaan untuknya. Dan tidak ada orang yang 'tawadhu’ (merendahkan diri) karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim no. 2588)

Sikap tawadhu’ inilah yang akan mengangkat derajat seorang hamba, sebagaimana Allah berfirman,

دَرَجَاتٍ الْعِلْمَ أُوتُوا وَالَّذِينَ مِنكُمْ آمَنُوا الَّذِينَ اللَّهُ يَرْفَعِ

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat “ (QS. Al Mujadilah: 11).

Termasuk buah dari lmu yang paling agung adalah sikap tawadhu’. Tawadhu’ adalah ketundukan secara total terhadap kebenaran, dan tunduk terhadap perintah Allah dan rasul-Nya dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan disertai sikap tawdahu’ terhadap manusia dengan bersikap merenadahkan hati, memperhatikan mereka baik yang tua maupun muda, dan memuliakan mereka. Kebalikannya adalah sikap sombong yaitu menolak kebenaran dan rendahkan manusia.  (Bahjatu Qulubil Abrar, hal 110)

Tidak Termasuk Kesombongan

Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan bahwa orang yang memiliki sikap sombong tidak akan masuk surga, ada sahabat yang bertanya tentang orang yang suka memakai pakaian dan sandal yang bagus. Dia khawatir hal itu termasuk kesombongan yang diancam dalam hadits. Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwasanya hal itu tidak termasuk kesombongan selama orang tersebut tunduk kepada kebenaran dan bersikap tawadhu’ kepada manusia. Bahkan hal itu termasuk bentuk keindahan yang dicintai oleh Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Indah dalam dzat-Nya, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta perbuatan-Nya. Allah mencintai keindahan lahir dan batin.( Bahjatu Qulubil Abrar , hal 195)

Kesombongan yang Paling Buruk

Al Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata, “Kesombongan yang paling buruk adalah orang yang menyombongkan diri di hadapan manusia dengan ilmunya, merasa dirinya besar dengan kemuliaan yang dia miliki. Bagi orang tersebut tidak  bermanfaat ilmunya untuk dirinya. Barangsiapa yang menuntut ilmu demi akhirat maka ilmunya itu akan menimbulkan hati yang khusyuk serta jiwa yang tenang. Dia akan terus mengawasi dirinya dan tidak bosan untuk terus memperhatikannya, bahkan setiap saat dia selalu introspeksi dan meluruskannya. Apabila dia lalai dari hal itu, dia akan menyimpang dari jalan yang lurus dan akan binasa. Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk membanggakan diri dan meraih kedudukan, memandang remeh kaum muslimin yang lainnya serta membodoh-bodohi dan merendahkan mereka, maka hal ini merupakan kesombongan yang paling besar. Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sebesar dzarrah (biji sawi).  Laa haula wa laa quwwata illaa billah.” (Al Kabaa’ir ma’a Syarh li  Ibni al ‘Utsaimin hal. 75-76, cet. Daarul Kutub ‘Ilmiyah.)

Pembaca yang dirahmati oleh Allah, semoga Allah Ta’ala menjauhkan kita dari sikap sombong. Hanya kepada Allah lah kita memohon. Wa shalallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad.


Sumber : Artikel www.muslim.or.id

Pos Comment

Artikel Ini dapat di Copy sebanyak yang anda inginkan dan di sebarluaskan Karena Ilmu yang baik adalah yang dapat di amalkan kepada semua Orang

Category

Umum (12) Hadis (4) Shalat (3) Sunnah (3) Akhlak (2) Akidah (2) TV (1)
TvQuran

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in Indonesia